TEMPO.CO ,
Jakarta:
Fenomena migrasi masyarakat menjadi salah satu persoalan dalam
pembangunan kependudukan Indonesia. Tanpa adanya kebijakan pengarahan
mobilitas penduduk, migrasi dapat menimbulkan konflik sosial dan
komunal. “Sehingga berdampak pada melemahnya ketahanan nasional,” kata
Ketua Umum Koalisi Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan Sonny
Harry Harmadi saat rapat kerja nasional II koalisi kependudukan di hotel
Grand Clarion, Makassar, Sulawesi Selatan ,Sabtu 27 April 2013.
Menurut Sonny mobilitas penduduk tidak hanya terjadi karena hanya
alasan ekonomi. Tapi juga alasan kerawanan bencana. Seperti dampak
pemanasan gobal yang menyebabkan naiknya permukaan air laut. Sehingga
dalam waktu yang panjang akan mendorong terjadinya imigrasi secara
massif dari wilayah pesisir ke daratan. “Sekitar 54 persen penduduk
Indonesia tinggal di wilayah perkotaan yang letaknya di daerah pesisir,”
katanya.
Kondisi geografis Indonesia yang strategis karena terdiri atas banyak
pulau, menyebabkan fenomena manusia perahu atau human trafficking sulit
dihindari. “Jika tidak ditanggulangi dengan baik, migrasi antar negara
melewati Indonesia akan menimbulkan potensi kerawanan,” kata Sonny.
Menurut Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia Budi
Susilo Soepandji, pertumbuhan penduduk Indonesia masih tinggi, yakni
1,49 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan pangan hanya 0,49 persen
per tahun. Sebanyak 60 persen penduduk Indonesia hanya tamat sekolah
dasar atau bahkan lebih rendah. “Angka kemiskinan menurut badan pusat
statistik 28,59 juta jiwa. Pengangguran 7,2 juta jiwa,” katanya.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sekitar 237 juta jiwa.
Jumlah penduduk yang besar ini bisa menjadi potensi dalam meningkatkan
pembangunan jika dapat dikelola dengan baik. “Sebaliknya jika tidak,
maka akan menjadi beban pemerintah,” kata Budi.
0 komentar:
Posting Komentar